Senin, 22 Agustus 2011

14+1 Diktum Fiksimini Oleh Agus Noor

Hy, Kawan Sembilan, ini beberapa diktum yang bisa dipakai utk membuat fiksimini.

Kalau saran w sih, sperti kata Uda Melvi kemarin. Baca fiksimini2 yg bagus, kalau perlu kunyah sampai 33x, hehe. So, Cekidot,...!!!

file asli: http://agusnoorfiles.wordpress.com/2010/03/23/141-diktum-fiksimini/
twitter: http://twitter.com/#!/fiksimini


Diktum Fiksimini 1:
Menceritakan seluas mungkin dunia, dengan seminim mungkin kata

Diktum Fiksimini 2:
Ibarat dalam tinju, fiksimini serupa satu pukulan yang telak dan menohok

Diktum Fiksimini 3:
Kisahnya ibarat lubang kunci, yang justru membuat kita bisa “mengintip” dunia secara berbeda

Diktum Fiksimini 4:
Bila novel membangun dunia. Cerpen menata kepingan dunia. Fiksimini mengganggunya

Diktum Fiksimini 5 :
Fiksimini yang kuat ibarat granat yang meledak dalam kepala kita

Diktum Fiksimini 6:
Ia bisa berupa kisah sederhana, diceritakan dengan sederhana, tetapi selalu terasa ada yang tidak sederhana di dalamnya

Diktum Fiksimini 7:
Alurnya seperti bayangan berkelebat, tetapi membuat kita terus teringat

Diktum Fiksimini 8:
Serupa permata mungil yang membiaskan banyak cahaya, kita terus terpesona setiapkali membacanya.

Diktum Fiksimini 9:
Seperti sebuah ciuman, fiksimini jangan terlalu sering diulang-ulang

Diktum Fiksimini 10:
Bila puisi mengolah bahasa, fiksimini menyuling cerita, menyuling dunia.

Diktum Fiksimini 11:
Ia tak semata membuat tawa. Karna ia adalah gema tawanya.

Diktum Fiksimini 12:
Kau kira fiksimini ialah kolam kecil, tapi kau tak pernah mampu menduga kedalamanya.

Diktum Fiksimini 13:
Di ujung kisahnya: kita seperti mendapati teka-teki abadi yang tak bertepi.

Diktum Fiksimini 14:
Pelan-pelan kau menyadari, ia sebutir debu yang mampu meledakkan semesta.



Selamat Berkarya,....

"Oya, lw ada yg mu br'gabung sama @fiksimini, tinggal gabung aja, yuk,...



11 Januari jam 9:48

Again: Apresiasi Puisi

Seperti bentuk karya sastra lain, puisi mempunyai ciri-ciri khusus. Pada umumnya penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang relatif pendek-pendek serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk bait-bait), dan tidak jarang menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat konotatif.

Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi, terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’ :

1. Membaca puisi berulang kali
2. Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan :

- Garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma.

- Dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian kalimat sudah tercapai.

3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas maksud kalimat dalam puisi.
4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).
5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.

Berbekal hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti tema, amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah. Berikut ini diberikan sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.



MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu


Tahap I : Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)

Tahap II : Melakukan pemenggalan

MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /
yang tersedia di atas meja /
sehabis makan malam //
ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //


Tahap III : Melakukan parafrase

MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /
yang (sudah) tersedia di atas meja /
(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //
ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //


Tahap IV : Menentukan makna konotatif kata/kalimat

pisau : sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk, jahat, dan mengerikan.
apel : sesuatu yang baik dan bermanfaat.
terbayang olehnya urat lehermu : Sesuatu yang mengerikan.


Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi

Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan sebagai berikut :

Seseorang terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan menggunakannya nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu terlaksana, tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris urat leher!

Dari pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa tajamnya pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif (contohnya mengiris apel), namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang negatif dan mengerikan (digambarkan mengiris urat leher).



30 November 2010 jam 13:52

APRESIASI PUISI

Seperti bentuk karya sastra lain, puisi mempunyai ciri-ciri khusus. Pada umumnya penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang relatif pendek-pendek serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk bait-bait), dan tidak jarang menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat konotatif.

Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi, terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’ :

1. Membaca puisi berulang kali

2. Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan :

- Garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma.

- Dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian kalimat sudah tercapai.

3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas maksud kalimat dalam puisi.

4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).

5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.

Berbekal hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti tema, amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah. Berikut ini diberikan sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.


MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)


Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu



Tahap I : Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)


Tahap II : Melakukan pemenggalan

MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /
yang tersedia di atas meja /
sehabis makan malam //
ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //


Tahap III : Melakukan parafrase

MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)

Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /
yang (sudah) tersedia di atas meja /
(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //
ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //


Tahap IV : Menentukan makna konotatif kata/kalimat

pisau : sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk, jahat, dan mengerikan.
apel : sesuatu yang baik dan bermanfaat.
terbayang olehnya urat lehermu : Sesuatu yang mengerikan.


Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi

Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan sebagai berikut :

Seseorang terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan menggunakannya nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu terlaksana, tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris urat leher!

Dari pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa tajamnya pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif (contohnya mengiris apel), namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang negatif dan mengerikan (digambarkan mengiris urat leher).


29 November 2010 jam 16:49

Minggu, 24 Juli 2011

Ini kisahku, apa kisahmu?



Dalam hening, aku akan mengadu kepada-Mu
tentang segala rasa yang menyelimuti hatiku

andai saja waktu itu, aku dapat menghargai semuanya
mungkin aku tak akan menyesal seperti saat ini

dan kini...
aku sungguh menyesal
amat sangat menyesal

betapa bodohnya aku...


oleh Wenti Zakiah pada 25 Juli 2011 jam 10:14

Sabtu, 16 Juli 2011

Materi Puisi (Agus)

Berbicara puisi berarti kita membicaran juga mengenai pengalaman terdalam yang pernah, sedang dan tengah kita alami. Tak perlu disangkal lagi bahwa puisi memang berbeda dengan karya-karya sastra lainnya.

Secara umum, karya tulis dibagi menjadi tiga bagian.

1. non-fiksi

2. fiksi

3. puisi

Sedikit mengherankan memang mengapa puisi tidak dimasukkan ke dalam ranah fiksi, namun ia justru berdiri sendiri. Indenpent. Agaknya sifat-sifat puisi yang cenderung “susah ditangkap”, “bebas” “lepas” dan multi tafsirlah yang membedakan puisi dari saudara serumpunnya.

Unsur-unsur Puisi

1. Diksi

Merupakan pilihan kata yang membangun rangkaian metafor. Pilihan kata yang baik merupakan pilihan kata yang menopang kekuatan kata sebelumnya. Kata-kata yang segar, baru dan unikakan semakin memperindah sebuah diksi.
2. Metafor

Merupakan bentuk perumpamaan yang disajikan dalam melukiskan suatu maksud dalam puisi. Misalnya seseorang yang ingin mengibaratkan usia seseorang yang tidak kekal, ia memilih daun sebagai metafor kefanaan. Daun pada mulanya kuncup, hijau, kuning, tua dan mati. Seperti itu jugalah usia darimanusia.
3. Citraan

Bisa bersifat rabaan, pendengaran, penglihatan dan sebagainya.
4. Tipografi

Merupakan bentuk sajian bait perbait dari sebuah puisi. Apakah ditulis lurus, zigzag, membentuk prosa dan sebagainya. (www.anneahira.com)

Puisi yang bagus, berangkat dari suatu hal yang “meresahkan” lubuk hatinya. Oleh karena itu puisi-puisi yang “bernilai magis” bisa dirasakan oleh segenap pembacanya sekaligus mampu bertahan dalam gempuran zaman. Selalu ada nilai-nilai unik dalam membaca puisi yang benar-benar ada perasaan mendalam dari sang penulis padaa karya puisinya.

Oleh karena itu, para penyair secara tidak langsung turut bertanggung jawab dalam menyebarkan semangat pembaruan, pergolakan batin dan pembaharuan dalam segenap zaman. Sedikit berbeda dengan baik cerpen dan novel yang mempunyai banyak unsure-unsur pembentukkannya. Novel dan cerpen memiliki apa yang disebut dengan unsur pembangun cerita. Unsur intrinsik dan ekstrinsik sebuah novel atau sebuah cerpen bisa saja sedikit imajinatif dalam merangkaikannya. Anda bisa mengolah sedemikian rupa sehingga cerita yang terbangun bisa lebih menarik. Namun sebuah puisi berangkat dari sebuah kejujuran, pengalaman mendalam seorang penyair sehingga pembaca mengerti dan ikut merasakan kepedihan, kegembiraan, emosi dari sang penyair.

Menarik untuk disimak dan dirasakan bahwa puisi menempati bagian lebih banyak dalam mengolah emosi daripada bentuk-bentuk fiksi. Tersebab puisi mengambil bagian perasaan yang paling banyak, yang meskipun menggunakan diksi sedemikian rupa agar terlihat menarik, namun bagian “kejujuran” dan “emosi” paling tidak bisa ditutup-tutupi. Sebab puisi mewaklili kegelisahan mendalam dari sebuah penyair.

Sebuah cerpen atau novel bisa saja berangkat murni dari sebuah imajinasi, harry potter dan nibiru sebagai contohnya. Namun sekali lagi puisi, senantiasa berangkat dari apa yang paling menggelisahkan hatinya. Oleh karena itu selalu saja terasa berbeda membaca puisi yang benar-benar ditimang dan dirawat dengan sungguh-sungguh dibandingkan dengan puisi yang 5 menit jadi. Meski sama-sma bagus, “rasa” itu tentunya berbeda.

Sebagaimana masakan, tentunya berbeda antara masakan rumah dengan masakan restaurant.

Membuat puisi

Membuat puisi, meski puisi adalah “haram” untuk diteorikan (sebagian penyair berpendapat bahwa puisi tidak bisa diajarkan namun bisa dipelajari) namun kita akan mencoba melakukan pendekatan-pendekatan dalam membuat puisi. Hal itu bisa dilihat dalam blog saya di www.senjautama.multiply.com yaitu tentang table da vinci dan table kata benda acak.

Yang ingin ditekankan dalam bahasan kali ini adalah table kata benda acak. Table kata benda acak adalah menghubungkan 2 kata benda yang berbeda sehingga membentuk sebuah hubungan. Hal ini bisa dilakukan bagi penyair pemula untuk menuliskan puisi yang “unik” dan “luas”. Apa hubungannya pintu dengan mata? Sekilas Nampak tidak berhubungan namun dengan segenap kreativitas yang dipunya oleh penyair maka kedua hal itu bisa saja dilakukan sekaligus memperkaya khasanah perbendaharaan kata-kata.

Hal yang paling ditekankan oleh penyair kawakan kepada penyair muda adalah banyak membaca karya-karya puisi, coba rasakan “kegalauan” mereka, resapi dan setelah menangkap maksud dan emosi dari sang penyair maka cobalah membuatnya versi sendiri. Hanya itu satu-satunya cara agar mahir berpuisi.

Sumber bacaan lainnya:

1. http://endonesa.wordpress.com/2008/09/08/puisi-definisi-dan-unsur-unsurnya/

2. http://id.shvoong.com/humanities/1935362-puisi/

3. http://penyair.com/


http://senjautamadinihari.multiply.com/journal/item/10/Materi_Puisi_Batre_9