Hy, Kawan Sembilan, ini beberapa diktum yang bisa dipakai utk membuat fiksimini.
Kalau saran w sih, sperti kata Uda Melvi kemarin. Baca fiksimini2 yg bagus, kalau perlu kunyah sampai 33x, hehe. So, Cekidot,...!!!
file asli: http://agusnoorfiles.wordpress.com/2010/03/23/141-diktum-fiksimini/
twitter: http://twitter.com/#!/fiksimini
Diktum Fiksimini 1:
Menceritakan seluas mungkin dunia, dengan seminim mungkin kata
Diktum Fiksimini 2:
Ibarat dalam tinju, fiksimini serupa satu pukulan yang telak dan menohok
Diktum Fiksimini 3:
Kisahnya ibarat lubang kunci, yang justru membuat kita bisa “mengintip” dunia secara berbeda
Diktum Fiksimini 4:
Bila novel membangun dunia. Cerpen menata kepingan dunia. Fiksimini mengganggunya
Diktum Fiksimini 5 :
Fiksimini yang kuat ibarat granat yang meledak dalam kepala kita
Diktum Fiksimini 6:
Ia bisa berupa kisah sederhana, diceritakan dengan sederhana, tetapi selalu terasa ada yang tidak sederhana di dalamnya
Diktum Fiksimini 7:
Alurnya seperti bayangan berkelebat, tetapi membuat kita terus teringat
Diktum Fiksimini 8:
Serupa permata mungil yang membiaskan banyak cahaya, kita terus terpesona setiapkali membacanya.
Diktum Fiksimini 9:
Seperti sebuah ciuman, fiksimini jangan terlalu sering diulang-ulang
Diktum Fiksimini 10:
Bila puisi mengolah bahasa, fiksimini menyuling cerita, menyuling dunia.
Diktum Fiksimini 11:
Ia tak semata membuat tawa. Karna ia adalah gema tawanya.
Diktum Fiksimini 12:
Kau kira fiksimini ialah kolam kecil, tapi kau tak pernah mampu menduga kedalamanya.
Diktum Fiksimini 13:
Di ujung kisahnya: kita seperti mendapati teka-teki abadi yang tak bertepi.
Diktum Fiksimini 14:
Pelan-pelan kau menyadari, ia sebutir debu yang mampu meledakkan semesta.
Selamat Berkarya,....
"Oya, lw ada yg mu br'gabung sama @fiksimini, tinggal gabung aja, yuk,...
11 Januari jam 9:48
♥ Berjuanglah untuk segala yang kau cintai. bahkan sampai mati kalau terpaksa. maka kehidupan bukanlah untuk ditakuti. bahkan kematian bisa kau percaya. ~ By: Peer Holm Jørgensen ♥
Senin, 22 Agustus 2011
Again: Apresiasi Puisi
Seperti bentuk karya sastra lain, puisi mempunyai ciri-ciri khusus. Pada umumnya penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang relatif pendek-pendek serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk bait-bait), dan tidak jarang menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat konotatif.
Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi, terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’ :
1. Membaca puisi berulang kali
2. Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan :
- Garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma.
- Dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian kalimat sudah tercapai.
3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas maksud kalimat dalam puisi.
4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).
5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.
Berbekal hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti tema, amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah. Berikut ini diberikan sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
Tahap I : Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)
Tahap II : Melakukan pemenggalan
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /
yang tersedia di atas meja /
sehabis makan malam //
ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap III : Melakukan parafrase
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /
yang (sudah) tersedia di atas meja /
(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //
ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap IV : Menentukan makna konotatif kata/kalimat
pisau : sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk, jahat, dan mengerikan.
apel : sesuatu yang baik dan bermanfaat.
terbayang olehnya urat lehermu : Sesuatu yang mengerikan.
Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi
Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan sebagai berikut :
Seseorang terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan menggunakannya nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu terlaksana, tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris urat leher!
Dari pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa tajamnya pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif (contohnya mengiris apel), namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang negatif dan mengerikan (digambarkan mengiris urat leher).
30 November 2010 jam 13:52
Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi, terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’ :
1. Membaca puisi berulang kali
2. Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan :
- Garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma.
- Dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian kalimat sudah tercapai.
3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas maksud kalimat dalam puisi.
4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).
5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.
Berbekal hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti tema, amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah. Berikut ini diberikan sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
Tahap I : Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)
Tahap II : Melakukan pemenggalan
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /
yang tersedia di atas meja /
sehabis makan malam //
ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap III : Melakukan parafrase
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /
yang (sudah) tersedia di atas meja /
(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //
ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap IV : Menentukan makna konotatif kata/kalimat
pisau : sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk, jahat, dan mengerikan.
apel : sesuatu yang baik dan bermanfaat.
terbayang olehnya urat lehermu : Sesuatu yang mengerikan.
Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi
Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan sebagai berikut :
Seseorang terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan menggunakannya nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu terlaksana, tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris urat leher!
Dari pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa tajamnya pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif (contohnya mengiris apel), namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang negatif dan mengerikan (digambarkan mengiris urat leher).
30 November 2010 jam 13:52
APRESIASI PUISI
Seperti bentuk karya sastra lain, puisi mempunyai ciri-ciri khusus. Pada umumnya penyair mengungkapkan gagasan dalam kalimat yang relatif pendek-pendek serta padat, ditulis berderet-deret ke bawah (dalam bentuk bait-bait), dan tidak jarang menggunakan kata-kata/kalimat yang bersifat konotatif.
Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi, terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’ :
1. Membaca puisi berulang kali
2. Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan :
- Garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma.
- Dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian kalimat sudah tercapai.
3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas maksud kalimat dalam puisi.
4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).
5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.
Berbekal hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti tema, amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah. Berikut ini diberikan sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
Tahap I : Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)
Tahap II : Melakukan pemenggalan
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /
yang tersedia di atas meja /
sehabis makan malam //
ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap III : Melakukan parafrase
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /
yang (sudah) tersedia di atas meja /
(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //
ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap IV : Menentukan makna konotatif kata/kalimat
pisau : sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk, jahat, dan mengerikan.
apel : sesuatu yang baik dan bermanfaat.
terbayang olehnya urat lehermu : Sesuatu yang mengerikan.
Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi
Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan sebagai berikut :
Seseorang terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan menggunakannya nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu terlaksana, tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris urat leher!
Dari pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa tajamnya pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif (contohnya mengiris apel), namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang negatif dan mengerikan (digambarkan mengiris urat leher).
29 November 2010 jam 16:49
Kalimat yang pendek-pendek dan padat, ditambah makna konotasi yang sering terdapat pada puisi, menyebabkan isi puisi seringkali sulit dipahami. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah sebagai berikut untuk mengapresiasi puisi, terutama pada puisi yang tergolong ‘sulit’ :
1. Membaca puisi berulang kali
2. Melakukan pemenggalan dengan membubuhkan :
- Garis miring tunggal ( / ) jika di tempat tersebut diperlukan tanda baca koma.
- Dua garis miring ( // ) mewakili tanda baca titik, yaitu jika makna atau pengertian kalimat sudah tercapai.
3. Melakukan parafrase dengan menyisipkan atau menambahkan kata-kata yang dapat memperjelas maksud kalimat dalam puisi.
4. Menentukan makna kata/kalimat yang konotatif (jika ada).
5. Menceritakan kembali isi puisi dengan kata-kata sendiri dalam bentuk prosa.
Berbekal hasil kerja tahapan-tahapan di atas, unsur intrinsik puisi seperti tema, amanat/ pesan, feeling, dan tone dapat digali dengan lebih mudah. Berikut ini diberikan sebuah contoh langkah-langkah menganalisis puisi.
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
Tahap I : Membaca puisi di atas berulang kali (lakukanlah!)
Tahap II : Melakukan pemenggalan
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // ia tajam untuk mengiris apel /
yang tersedia di atas meja /
sehabis makan malam //
ia berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap III : Melakukan parafrase
MATA PISAU
(Sapardi Djoko Damono)
Mata pisau itu / tak berkejap menatapmu;//
(sehingga) kau yang baru saja mengasahnya /
berpikir : // (bahwa) ia (pisau itu) tajam untuk mengiris apel /
yang (sudah) tersedia di atas meja /
(Hal) (itu) (akan) (kau) (lakukan) sehabis makan malam //
ia (pisau itu) berkilat / ketika terbayang olehnya urat lehermu //
Tahap IV : Menentukan makna konotatif kata/kalimat
pisau : sesuatu yang memiliki dua sisi, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, bisa pula disalahgunakan sehingga menghasilkan sesuatu yang buruk, jahat, dan mengerikan.
apel : sesuatu yang baik dan bermanfaat.
terbayang olehnya urat lehermu : Sesuatu yang mengerikan.
Tahap V : Menceritakan kembali isi puisi
Berdasarkan hasil analisis tahap I – IV di atas, maka isi puisi dapat disimpulkan sebagai berikut :
Seseorang terobsesi oleh kilauan mata pisau. Ia bermaksud akan menggunakannya nanti malam untuk mengiris apel. Sayang, sebelum hal itu terlaksana, tiba-tiba terlintas bayangan yang mengerikan. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa jadinya jika mata pisau itu dipakai untuk mengiris urat leher!
Dari pemahaman terhadap isi puisi tersebut, pembaca disadarkan bahwa tajamnya pisau memang dapat digunakan untuk sesuatu yang positif (contohnya mengiris apel), namun dapat juga dimanfaatkan untuk hal yang negatif dan mengerikan (digambarkan mengiris urat leher).
29 November 2010 jam 16:49
Langganan:
Postingan (Atom)